Rabu, 07 April 2010

Karet Terimbas Cuaca Harga Turun karena Kuantitas-Kualitas Berkurang


Palembang, Kompas - Tingginya curah hujan mengakibatkan kualitas dan kuantitas getah karet turun. Akibatnya, petani karet di Sumatera Selatan, yang menikmati kenaikan harga jual getah pada akhir 2009, terancam mengalami defisit pendapatan.

Pantauan Kompas, Jumat (19/2), penurunan kuantitas dan kualitas getah karet ini tampak di sentra perkebunan karet rakyat Kota Palembang dan Kabupaten Banyuasin. Berdasarkan informasi petani, harga jual getah karet dari kebun rata-rata Rp 5.000 per kilogram atau turun dari harga jual pada akhir 2009 sebesar Rp 6.000-6.500 per kilogram.

Menurut Badaruddin, petani karet dari Kecamatan Alang- alang Lebar, selama dua bulan terakhir, dia hanya bisa menyadap pohon karet sebanyak dua kali dalam sepekan. Dalam kondisi normal, aktivitas sadap bisa dilakukan selama enam kali. Artinya, dalam sehari Badaruddin bisa menyadap minimal sekali.

”Namun saat ini, petani terkendala curah hujan yang mulai meningkat. Kendala musiman ini sebenarnya dialami setiap tahun, terutama saat musim hujan. Namun karena kita baru saja pulih dari dampak krisis global, maka dampaknya bagi kami sekarang lebih terasa,” katanya.

Penurunan frekuensi penyadapan getah karet membuat pendapatan petani juga turut berkurang. Menurut Azis (32), petani Desa Air Batu, Banyuasin, para petani baru saja melewati krisis global yang terjadi selama 2008-2009. Namun, mulai pertengahan hingga akhir 2009, pendapatan yang diperoleh petani dari hasil menjual getah karet mulai pulih kembali.

”Tetapi, dua bulan di awal 2010 ini, pendapatan saya sudah defisit lagi. Ini karena selama musim hujan, volume pengambilan getah dan kualitasnya selalu menurun,” katanya.

Nilai tukar

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumsel, nilai tukar petani (NTP) petani karet rakyat Sumsel akhir 2009 masih berada pada angka indikator kurang dari 100. Artinya, petani mengalami defisit pendapatan. Sebaliknya, petani mengalami surplus jika indikator NTP lebih dari 100.

”Dengan NTP kurang dari 100, tingkat kesejahteraan petani karet tergolong rendah. Perlu dicatat bahwa kondisi defisit terus dialami hingga selama delapan bulan atau selama krisis berlangsung dan mulai membaik di akhir 2009,” kata Kepala BPS Sumsel Haslani Haris.

Sebelumnya, Maman Suparman dari Balai Penelitian Karet Sembawa pernah menyarankan agar petani menggunakan bibit karet unggul yang tahan terhadap perubahan iklim.

Dia mencontohkan salah satu varian bibit karet unggul yang banyak digunakan, yakni PB-260. Setiap empat tahun sekali, pihak balai rutin mengenalkan klon- klon anjuran terbaru kepada petani. Penelitian soal klon ini bertujuan membantu meningkatkan produktivitas karet rakyat. (ONI)

sumber: Kompas