Senin, 17 Januari 2011

PEREKONOMIAN MASYARAKAT MULAI MENGGELIAT


Seiring dengan membaiknya harga komoditas karet di pasaran, ternyata membawa dampak positif bagi perekonomian masyarakat pedesaan. Selain itu, dukungan peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan juga membawa pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal. Karena, dengan tersedianya infrastruktur jalan dan jembatan, akses perekonomian masyarakat keluar semakin lancar.

Hal ini diakui Manis, salah seorang pengumpul karet di Kecamatan Manuhing Raya saat ditemui di Kuala Kurun, baru-baru ini. Menurut Manis, meningkatnya harga komoditas karet di desa-desa saat ini membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat. Karena, selama ini usaha karet merupakan andalan masyarakat.

“Jika kita perhatikan, saat ini masyarakat di desa-desa yang sejak lama menekuni usaha karet sudah mulai mengalami peningkatan secara ekonomi. Sebelumnya, masyarakat belum mampu membeli kendaraan, saat ini sudah kita lihat banyak warga yang memiliki kendaraan roda dua bahkan roda empat. Hal ini menandakan perekonomian masyarakat semakin meningkat, “Kata Manis.

Selain itu, ibu yang berprofesi sebagai pengumpul karet ini menambahkan, masyarakat sudah mulai menyadari bahwa usaha karet merupakan mata pencarian utama bagi warga. Karena, pasca anjloknya harga karet membuat membuat masyarakat patah semangat. Namun, seiring semakin membaiknya harga jual karet saat ini kembali memacu semangat masyarakat untuk mengelola perkebunan karet miliknya.

Di tingkat pengumpul, harga karet saat ini mampu memcapai Rp 1,5 juta/ kwintal. Hal ini tentu menbawa pengaruh besar bagi perekonomian masyarakat setempat, karena hampir Sembilan puluh persen masyarakat Rungan dan Manuhing adalah petani dan pemilik kebun karet.

“Harga jual karet dipasaran saat ini mampu menembus Rp 1,7 juta/kwintal. Ini terjadi karena semakin banyaknya persaingan dari para pengumpul karet dari luar daerah yang menggunakan truk hingga ke desa–desa. Tidak heran jika saat ini kita dapat melihat banyak warga desa yang kembali beralih profesi menjadi petani karet”, ungkapnya.

Sumber: Tabengan. Senin, 17 Januari 2011. Halaman 14

Sumber foto: globalenvision.org

Senin, 03 Januari 2011

STUDI BANDING SERIKAT PETANI KARET

Sejumlah Serikat Petani Karet (SPK) di wilayah Kalimantan Tengah melibatkan diri dalam kegiatan “Studi banding SPK Kalteng ke Perusahaan Terbatas Bridgestone Kalimantan Plantantion (PT. BSKP) Kalimantan Selatan”.

PT. BSKP sengaja dipilih untuk melihat secara langsung proses pengolahan karet secara modern. Perusahaan yang mempunyai kebun karet seluas 6.000 ha ini terletak di desa Bentok Darat, kecamatan Bati-bati, kabupaten Pelaihari.

Bridgestone berkantor pusat di Tokyo, produsen ban terbesar di dunia juga perusahaan karet. Selain ban untuk digunakan dalam berbagai aplikasi, juga memproduksi berbagai diversifikasi produk, yang meliputi industri karet dan produk kimia dan barang olahraga. Produk-produknya dijual di lebih dari 150 negara.

Kegiatan studi banding didampingi langsung oleh Lembaga Dayak Panarung (LDP) Palangka Raya. Hal ini dibuktikan dari 3 aktivis yang ditugaskan langsung oleh Direktur LDP, Ambu Naptamis, SH, MH.

“Tujuan dari studi banding ini adalah untuk menguatkan masyarakat adat dan organisasi rakyat, dalam hal ini petani karet” jelas Ambu ketika melaksanakan technical meeting di kantor LDP bersama peserta 18 peserta tanggal (20/11) malam. Dengan diadakan pelatihan tersebut Ambu mengharapkan agar peserta studi banding sepulangnya dari kegiatan ini dapat membagi apa saja yang dipelajari di lapangan kepada petani karet yang lain.Studi banding tersebut sebagai bagian dari program Lembaga Dayak Panarung (LDP)

Peserta yang ikut adalah dari SPK Nueng Tarung, desa Nihan, kabupaten Barito Utara adalah Aleh Lane. Dari SPK Penyang Hapakat, desa Sepang Kota, Sepang Simin, Tumbang Empas, kabupaten Gunung Mas adalah, Idal Diman, Adiman Rantin, Simpei M. Turang, Yurie, Kardinal dan Surya.

Dari SPK Kahayan Basewut, desa Bukit Liti, Lawang Uru, Balukon, Bahu Palawa, kabupaten Pulang Pisau adalah, Midun Sahida, Idoe Dasit, Yoprin dan Uan. Dari SPK Manggatang Tarung, desa Tumbang Malahoi, Tumbang Sangal dan Tumbang Baringei adalah, Tampung, Bakti Raya, Cilik U.Anggen dan Matius Ebal. Dari desa Tewah, kecamatan Gunung Mas di wakilkan oleh Petronikus A.T dan Lan.

Studi banding yang dimulai dari mengenal cara penanaman karet secara teori hingga praktek itu dibagi dalam 2 sesi, yaitu sesi pemaparan materi dan kunjungan ke lapangan. Dalam sesi pemaparan untuk pembibitan dan pemeliharaan di paparkan oleh Jonson Mutahir. Dilanjutkan pemaparan untuk proses penyadapan batang karet secara optimal dan yang terakhir Eko Prayetno memaparkan pengolahan hasil/ pemanenan.

Dalam setiap sesi yang di paparkan, peserta studi banding bertanya secara aktif. Surya dari Tumbang Empas menanyakan, “Apa yang harus dilakukan petani jika terkena penyakit jamur akar putih?”, pihak PT.BSKP mengatakan hal itu terjadi karena kebersihan lahan untuk menanam karet tidak dijaga, sehingga sebelum penanaman harus dilakukan pembersihan, namun jika parah maka harus segera di bongkar, kalau ringan masih bisa di obati menggunakan Anvil, agar tidak menular ke tanaman lain harus di buat parit isolasi, jelas Pak Yani.

Pada saat kunjungan lapangan, peserta diajak untuk melihat pengolahan karet dalam bentuk Ribbed Smoked Sheet (RSS), dilanjutkan melihat kebun pembibitan dan penyadapan yang efektif.

Tulisan ini juga dimuat di majalah Kalimantan Review (KR) Halaman 21. Edisi 185/xx/ Januari 2011.

Sumber foto: Rokhmond Onasis.