Senin, 27 Desember 2010

HARGA KARET NAIK LAGI, DIHARGAI Rp 16.000 PER KILOGRAM


Muarateweh. Sebulan ini harga penjualan karet warga di kabupaten Barito Utara (Batara), terus membaik. Bahkan seminggu terakhir angka penjualannya mencapai Rp 16.000/ kilogram (kg).

Salah satu petani karet, warga desa Jambu kecamatan Teweh Tengah, Mardian mengatakan, sejak bulan Nopember kemarin hingga kini, kenaikan harga karet ini sudah kelima kalinya. Ini disyukuri para petani dan berharap harga bisa terus naik atau paling tidak bertahan.

Namun, mereka juga mengeluhkan datangnya musim hujan. Sebab di musim hujan seperti ini produksi karet mereka tidak bisa maksimal dilakukan. Sementara itu, Adulhasan, warga desa Pangkuraya Kecamatan Teweh Tengah menimpali, kenaikan harga karet ini masih belum merata di sejumlah tempat di wilayah kabupaten Batara, seperti desa Hajak Kecamatan Teweh Tengah dan Kecamatan Gunung Purei harga berkisar Rp 16.000/ kg. Sedangkan di Muara Teweh sudah ada pengumpul yang berani membeli karet dari masyarakat dengan harga Rp 15.500/ kg.

Fluktuasi harga karet di kabupaten pedalaman sungai Barito ini, menurutnya, di duga akibat permainan para tengkulak yang mengusai penjualan karet di daerah ini dengan menyesuaikan harga pasar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

“Kendalanya para petani setempat masih tergantung pada para tengkulak karena di daerah ini tidak ada pabrik karet padahal hasil panen karet cukup banyak,” katanya.

Pada saat musim hujan, ucapnya, banyak petani yang mengalami kendala untuk menyadap. Di antaranya warga yang berada di kawasan hutan dan pinggir sungai Barito sehingga pasokan terbatas.

“Naiknya harga karet ini beiasaya terjadi hingga awal tahun 2011, karena biasanya saat musim hujan produksi karet menurun sehingga pabrik menaikkan harga guna memenuhi pasokan dari petani,” ujarnya.

Karet merupakan salah satu komoditas unggulan di Batara. Apalagi, mayoritas terutama warga di pedalaman menggantungkan hidup pada usaha ini. Perkebunan karet rakyat terdapat di enam kecamatan , Teweh Tengah, Gunung Timang, Gunung Purei, Montallat, Lahei dan Teweh Timur.

Adapun luas pengembangan lahan karet werga di enam kecamatan itu, mencapai luas 52.970 hektar. Sedang produksinya mencapati 47.107 ton jenis slab per tahun.

Sumber: Kalteng Pos. Rabu, 22 Desember 2010. Halaman 25

Sumber Foto: 3.bp.blogspot.com

Selasa, 14 Desember 2010

HARGA KOMODITAS KARET ALAMI KENAIKAN

Dalam satu pekan terakhir, harga komoditas karet di Tumbang Jutuh, Kecamatan Rungan mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

Kenaikan ini disambut warga dengan gembira, mengingat semenjak krisis keuangan global beberapa waktu lalu, harga komuditas karet juga mengalami dampak dengan anjloknya harga di pasaran.

Menurut Rahmadi D Ibak, salah seorang warga Tumbang Jutuh, kurang lebih satu minggu terakhir ini harga penjualan karet mengalami kenaikan yang cukup mengembirakan.

Dimana sebelum harga karet di daerah itu juga terkena imbas dari anjloknya harga jual karet beberapa waktu lalu, sehingga sempat merusak perekonomian yang berdampak pada kehidupan masyarakat.

“Kurang lebih satu minggu ini harga jual karet mengalami kenaikan dari sebelumnya sekitar Rp. 9000/ kwintal menjadi Rp. 1 juta/ kwintal sampai Rp. 1,1 juta/ kwintal atau naik menjadi Rp. 10.000, sampai Rp. 11.000/ kg. Kenaikan harga ini disambut gembira oleh masyarakat karena masyarakat didaerah ini hampir seratus persen mengandalkan usaha perkebunan karet,” katanya, baru-baru ini.

Dengan meningkatnya harga karet ini, masyarakat mulai bergairah untuk menekuni usaha tersebut, karena sebelumnya masyarakat pada umumnya pasca anjloknya harga karet banyak yang beralih ke usaha lain yang mampu menjalani kehidupan mereka seperti usaha tambang rakyat, meskipun itu dilarang pemerintah.

Namun, akibat minimnya usaha, mau tidak mau masyarakat peluang usaha yang baru untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari.

“Dengan naiknya harga jual karet membuat masyarakat kembali bargairah untuk mengelola kebun yang mereka miliki, karena saat ini hanya usaha tersebut yang menjadi andalan masyarakat khususnya di wilayah kecamatan Rungan ini,” ungkapnya.

Selain itu ia mengatakan, masyarakat didaerah tersebut sebelum terjadi krisis adalah termasuk daerah yang makmur, karena wilayah Rungan dan Manuhing merupakan daerah penghasil karet terbesar untuk kabupaten Gunung Mas.

Sehingga tidak heran masyarakat yang berada di dua wilayah tersebut mengandalkan perkebunan karet sebagai usaha utama di samping usaha yang lain.

Namun, akibat anjloknya harga karet beberapa waktu lalu, masyarakat menjadi kebingungan usaha baru, karena pasca krisis tersebut harga jual karet mencapai titik terendah.

“Dua wilayah ini memang terkenal sebagai penghasil karet terbesar untuk kabupaten Gunung Mas, sehingga masyarakat mengantungkan hidup dari hasil perkebunan itu. Dengan meningkatnya harga karet, maka secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah ini, “imbuhnya.

Sumber Harian Tabengan: Senin, 13 Desember 2010.

Sumber foto: sundaytimes.lk

Senin, 29 November 2010

HARGA KARET MEMBAIK, PETANI SEMANGAT

Setelah beberapa lama harga karet tidak stabil, bahkan sering turun, membuat petani karet di wilayah kabupaten Katingan menjadi enggan untuk menyadap karet mereka dan beralih usaha di bidang lain.

Namun, sejak berapa pekan terakhir ini harga karet sudah menunjukan menaikan harga yang cukup signifikan membuat para petani karet mulai bersemangat lagi untuk memanen karet mereka.

Karena merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh hingga berumur 30 tahun meskipun baru dapat disadap pada usia tanaman enam tahun.

Di wilayah Kabupaten Katingan saat ini masyarakat mulai banyak melirik untuk berkebun karet karena harganya cukup tinggi, dan masyarakat mulai banyak menanam karet di lahan-lahan yang kosong.

Bahkan, selain menanam karet secara perorangan, masyarakat juga membentuk kelompok tani untuk mendapat bantuan dari pihak pemerintah.

“Kami para petani karet saat ini sudah mulai bersemangat kembali, karena harga karet cukup tinggi bila dibandingkan sebelumnya, bahkan per kilonya sekarang mencapai Rp 18 ribu, dan sebelunnya sekitar Rp 12 ribu/ kg,” kata Dayat, salah seorang warga Kasongan yang memiliki kebun karet.

Menurut Dayat, dengan naiknya harga karet tersebut diharapkan bisa bertahan terus, sehingga petani yang dulunya enggan menyadap karet lebih giat merawat kebun karet.

“Masyarakat dulunya hanya mengandalkan karet-karet yang ditanam tanpa pola tanam namun setelah beberapa tahun ini masyarakat mulai sadar, dan mulai menanam karet dengan teratur dan pola tanam yang baik dan rapi.

Jenis karet yang ditanam dulu menghasilkan getah yang sedikit, dengan adanya bibit-bibit unggul maka menghasilkan getah cukup banyak, “ ungkap Dayat.

Sumber : Tabengan, Jumat, 26 Nopember 2010. Halaman 14.

Sumber foto: i.telegraph.co.uk

Selasa, 23 November 2010

HARGA KARET INDONESIA TERENDAH


PALANGKA RAYA – Harga karet di wilayah Indonesia, termasuk yang paling rendah bila dibandingkan dengan Negara-negara di The Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) lainnya. Di Negara Indonesia, karet per kilogramnya berada pada kisaran harga Rp 12 ribu.

“Memang harga karet di Indonesia masih berada di urutan terendah dari harga yang berlaku di Negara ASEAN lainnya,” kata Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan RI, Yamanah AC dalam Acara Diklat Teknis Perdagangan luar Negeri bagi aparatur tahun 2010 dan sosialisasi asam formiat sebagai pengumpul karet, di hotel Batu Suli Internasional, Senin (15/11).

Menurut Yamanah, harga rendah ini dikarenakan mutu atau kualitas karet negara di kalangan petani lokal yang masih berada di bawah standar Negara ASEAN lainnya. Pernyataan tersebut diungkapkan Yamanah sehubungan dengan keluhan dari perwakilan petani karet di Wilayak Kalimantan Tengah yang mengikuti diklat teknis tersebut.

Dijelaskannya, karet merupakan komoditas export andalan perkebunan kedua setelah CPO. Indonesia adalah Negara penghasil dan pengekspor karet alam urutan kedia setelah Thailand. Produksi karet Indonesia pada tahun 2009 adalah 2,44 juta ton dengan luas lahan 3,4 juta hektar.

“Kontribusi ekspor karet dan produk karet terhadap ekspor non minyak dan gas (migas) pada periode januari-Agustus 2010 adalah 7,71 persen. Karet diharapkan menjadi penggerak roda pembangunan ekonomi melalui peningkatan produksi dan perbaikan mutu yang akan meningkakatkan produksi dan perbaikan mutu yang akan meningkatka ekspor,” ujarnya.

Ditambahkannya, kinerja ekspor karet Indonesia tahun 2004-2009 menunjukan peningkatan positif dengan tren sebesar 10,09 persen. Posisi impor karet Indonesia tahun 2004-2009 masih jauh dibawah ekspor, namun trenya meningkat sebesar 0,6 persen.

Sementara itu, Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang dalam sambutannya yang dibacakan oleh staf Ahli Bidang Pemerintah dan pembangunan Saidina Aliansyah mengatakan, hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan sampai saat ini masih kurang dikelola secara optimal.

Padahal, lanjut dia, yang diharapkan menjadi produk unggulan Kalimantan Tengah adalah karet, rotan, kayu, kelapa sawit dan kelapa dalam. Karet itu perlu mendapatkan perhatian dan dukungan dari berbagai pihak.

Menurut Gubernur, seiring dengan pembangunan infrastruktur yang saat ini sudah menjangkau seluruh Kabupaten/kota se Kalteng, maka sector perdagangan pada masa mendatang diharapkan akan mampu menjadi motor penggerak perekonomian.

Sehingga, imbuhnya, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berkontribusi dalam mengurangi angka pengganguran dan kemiskinan. Serta meningkatkan ekspor non migas sebagai upaya peningkatan devisa Negara.

Ditambahkan Gubernur, di Kalteng sekarang ini, potensi komoditi karet sangat besar. Luas areal kebun karet di Kalteng mencapai 418.007,01 hektar, sedangkan jumlah produksi mencapai 250.123,61 ton pertahun.

Sumber berita: Kalteng Pos. Kamis, 18 Nopember 2010. Halaman 9.

Sumber foto: asiapacific.anu.edu.au

Senin, 01 November 2010

SATU JUTA BIBIT KARET UNGGUL UNTUK PETANI

Untuk tahun 2011, Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten Barito Utara mempersiapkan satu juta bibit karet unggul. Bibit karet tersebut akan dibagikan kepada semua kelompok tani pada enam kecamatan yang ada di wilayah kabupaten Barito Utara.

“Tahun depan (2011) satu juta bibit karet lagi kita siapkan. Sebelumnya kita hanya mampu menyiapkan 750 ribu bibit karet unggul dan sudah dibagikan kepada kelompok tani di pedalaman,” jelas Kadis Kehutanan dan Perkebunan Barito Utara Iwan Fikri, baru-baru ini.


Menurut dia, bibit karet unggul yang disiapkan tersebut sebenarnya belum memenuhi kebutuhan dan permintaan usulan dari petani. Jika ditotal, katanya, usulan jumlah bibit karet unggul yang diminta petani mencapai tiga juta bibit. Jadi, jelasnya, pemerintah tidak langsung menyediakan tiga juta sekaligus, tetapi secara bertahap.


Namun, lanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan petani itu tetap harus disesuaikan dengan anggaran, makanya realisasinya secara bertahap setiap tahun dan selalu dibagi rata sesuai dengan stok bibit yang tersedia. “Kita juga membuat syarat dan ketentuan bagi mereka yang bisa dibagikan. Kalau tidak ada lahan yang belum dibuka, kami tidak bisa merealisasikan usulan permintaan. Kecuali lahan sudah ada baru bisa dikasih,”jelasnya.


Budidaya karet di Barito Utara masih menjadi primadona dan menjadi sandaran hidup warga, terutama warga yang tinggal di pedalaman, apalagi katanya, harga karet saat ini cukup bagus, sayangnya di daerah ini masih belum memiliki pabrik dan keberlangsungan jual beli masih ditentukan oleh kalangan tengkulak.


Sumber: tabloidmingguandetak.blogspot.com

Sumber foto: 2.bp.blogspot.com

Selasa, 19 Oktober 2010

MEMBAIK, HARGA KARET Rp 11.500/ KG

Harga jual komoditi karet semakin hari terus membaik. Sebelumnya berkisar Rp 10 ribu/ kg, kini mencapai Rp 11. 500/ kg.

Para penyadap karet di wilayah Kabupaten Gunung Mas (Gumas) saat ini telah lama mengumbar senyum. Sebab, dalam pekan terakhir ini, harga jual komoditas karet terus membaik. Jika sebelumnya masih berkisar Rp 10-11 ribu/ kg, kini sudah mencapai Rp 11.500/ kg atau Rp 1.150.000/ kuintal.


Ibong, Warga Desa Tumbang Jutuh, Kecamatan Rungan, menjelaskan, kenaikan harga karet tersebut sudah berlangsung dalam beberapa minggu terakhir ini. Kondisi ini dipicu naiknya harga karet di tingkat pabrik, sehingga secara otomatis para pengumpul di daerah tersebut membeli dari masyarakat dengan harga tinggi.


“Kurang lebih 10 hari ini harga jual karet di pasaran kembali membaik. Keadaan ini akan memacu semangat para petani karet mengelola kebun yang mereka miliki,” kata Ibong ketika dihubungi Tabengan melalui telepon, Minggu (17/ 10).


Menurut Ibong, kenaikan harga jual karet tersebut sedikit banyak berpengaruh bagi para petani karena di beberapa desa di kecamatan Rungan. Sebab saat ini, harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat tergolong cukup tinggi. “Harga karet saat ini akan mampu mengimbangi mahalnya harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat tersebut,” kata Ibong.


Diharapkan, seiring membaiknya harga jual karet, juga akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang menggantungkan hidup dari usaha perkebunan karet. Ini di karenakan sebagian besar usaha warga kecamatan Rungan dan Manuhing bertani karet atau menyadap getah karet.


Sementara itu, Bantengson salah seorang pengumpul di Tumbang Jutuh mengatakan, pada prinsipnya para pengumpul karet di wilayah Kecamatan Rungan hanya mengikuti perkembangan harga di pasaran. Karena apabila ditingkat pabrik harga karet membaik, usaha mereka juga akan berjalan lancar.


Sebab, apabila harga menurun sementara mereka membeli mahal, terpaksa ditahan sambil menunggu pasaran membaik. Akibatnya, modal meraka juga tidak tidak dapat berputar.


Bantengson berharap harga karet di pasaran tetap stabil. Karena kalau harga tidak menentu, mereka akan merugi. Seperti saat ini harga jual karet sangat tinggi dan mereka juga membeli dengan harga tinggi. “Apabila turun drastis, kita akanrugi besar dan terpaksa tidak menjual karet yang kita miliki.


Sumber : Koran Tabengan. Senin, 18 Oktober 2010. Halaman 24.

Sumber foto: travelpod.com

Selasa, 05 Oktober 2010

PETANI IKUT PELATIHAN BOKAR


PENERAPAN PASCAPANEN KARET YANG BAIK DAN BENAR

SUKAMARA- Tabengan : Petani, pedagang perantara, pabrikan, pembina, pemasaran telah mengikuti pelatihan Bahan Olah Karet (BOKAR) yang digelar Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sukamara.

Dalam sambutannya kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang dibacakan Kabid Pengolahan dan pemasaran hasil Perkebunan Roni, mengatakan, perkebunan merupakan salah satu sektor andalan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.

Disebutkannya, perkebunan juga mempunyai berkontribusi besar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan devisa, penyediaan lapangan kerja, penyediaan bahan pangan, dan sumber bahan baku industri. Sehingga sektor perkebunan merupakan tulang punggung perekonomian nasional.

“Di samping memiliki fungsi ekonomi, perkebunan juga mempunyai fungsi ekologis, karena tanaman perkebunan dapat berfungsi sebagai konservasi tanah dan air, menyerap karbon, penyediaan oksigen serta membantu perbaikan lahan kritis dan pelestarian lingkungan hidup, ucap Roni.

Dijelaskannya pula, pascapanen hasil perkebunan dan semua kegiatan yang dilakukan sejak proses panen sampai diperoleh hasil produk olahan seperti produk olahan seperti produk setengah jadi yang siap disimpan atau dipasarkan.

Karena itu, kegiatan tersebut bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimal dengan menekan kehilangan dan kerusakan hasil, serta menjamin terpenuhinya standar mutu.

Kemudian lanjutnya, untuk mencapai tujuan dimaksud, panen harus dilakukan tepat waktu, tepat keadaan, tepat cara dan tepat sasaran, serta dalam pelaksanaannya harus dicegah timbulnya kerugian bagi masyarakat, serta untuk menghindari kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Selain itu, belum berkembangnya penanganan pascapanen hasil perkebunan karet disebabkan kemampuan dan pengetahuan sumberdaya manusia (SDM) petani perkebunan dalam kegiatan pascapanen yang belum berkembang, dan waktu panen yang kurang tepat, serta terbatasnya alat pascapenen.

Karena itu, menurut Roni, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukamara melalui Dinas kabupaten Sukamara perlu mengembangkan program penanganan pascapanen hasil perkebunan karet, peningkatan mutu, penumbuhan agroindustri perdesaan serta pemasaran hasil perkebunan.

“Salah satu kegiatan yang mendukung program introduksi teknologi tepat guna untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk perkebunan pedesaan tersebut dilakukanlah pelatihan bahan olah karet (Bokar),” ungkap Roni.

Dikatakannya juga, selama dua hari 30 September sampai 1 Oktober 2010, peserta pelatihan menerima materi dan melakukan pelatihan yang berkaitan menerima materi dan melakukan pelatihan yang berkaitan dengan kegiatan pascapanen hasil perkebunan karet, untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam penerapan pascapanen karet yang baik dan benar atau Good Handing Practices (GHP).

“Kami harapkan peserta dapat memanfaatkan semaksimal mungkin kegiatan tersebut, sehingga setelah kembali ke kelompok masing-masing dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan baik secara tertib, efektif, efisien dan aman, “ kata Roni.

Sumber : Harian Tabengan. Selasa, 5 Oktober 2010. Halaman 23.
Sumber foto: blogspot.com

Selasa, 28 September 2010

WARGA BERGAIRAH KEMBANGKAN KEBUN KARET


Warga di wilayah Kabupaten Murung Raya (Mura), Kalimantan Tengah kini mulai bergairah mengembangkan perkebunan karet, sebab komoditas alternatif ini cukup menjanjikan. Seorang warga Desa Tumbang Lahung, Kecamatan Permata Intan Fauzi di Puruk Cahu, Selasa (13/9), mengatakan, hampir semua warga di desanya mulai mengembangkan karet sebagai usaha utama.


Komoditas karet ini merupakan produk unggulan kabupaten paling utara di Sungai Barito. Dulunya komoditas ini belum dilirik masyarakat setempat, sebab hasilnya tidak sebanyak mengusahakan tambang rakyat seperti intan, dan emas. Namun sekarang usaha tambang intan dan emas baik yang dilakukan di Sungai Barito maupun di darat mulai berkurang.


“Apalagi pemerintah daerah akan menertibkan dan melarang penambangan yang tidak dilengkapi izin, sehingga untuk mengantisipasi hal itu kami membuka kebun karet,” kata Fauzi. Menurut Fauzi, warga tidak sebebas dulu mencari emas, sebab lahannya masuk areal perusahaan tambang setempat, sedangkan di sungai mereka masih tergantung kondisi air. Kalau debit air naik aktivitas terhenti, sedangkan tambang intan tergantung nasib bisa dalam beberapa hari tidak membuahkan hasil.


Kini perekonomian masyarakat setempat lebih maju dengan usaha karet yang setiap hari mendapat hasil mencapai puluhan kilogram per orang, dengan harga berkisar Rp10.000 sampai Rp12 ribu/kg untuk jenis slab. Bahkan, lahan pertanian tanaman padi ladang warga sebagian besar berubah fungsi menjadi kawasan perkebunan karet.


Sementara itu, Wakil Bupati Murung Raya (Mura) Nuryakin, mengakui usaha perkebunan karet di daerah ini mulai dilirik warga sebagai usaha utama, sebab hasilnya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Guna mendorong masyarakat untuk mengusahakan perkebunan karet itu, maka Pemkab Mura kini telah menyalurkan jutaan bibit karet secara gratis kepada petani setempat.


Di samping itu, kata Nuryakin, Pemkab setempat juga memprogramkan revitalisasi perkebunan karet dengan sasaran seluas 10.000 hektar di 10 kecamatan, namun masih terkendala peraturan daerah rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) yang belum disetujui pemerintah pusat. Karet merupakan salah satu komoditias unggulan di kabupaten paling utara Kalteng ini milik masyarakat luasnya mencapai 40.000 hektar baik jenis lokal maupun unggul dengan produksi 36.000 ton/tahun.


Sumber: hariantabengan.com

Sumber foto: wordpress.com